Pengikut

RSS
Post Icon

kerajaan mongol {SPI}

Bab I

Pendahuluan

Bangsa Mongol berada di wilayah pegunungan Mongolia, berbatasan dengan Cina di Selatan, Turkestan di Barat, Manchuria di Timur, dan Siberia di sebelah Utara. Mereka sangat patuh dan taat pada pimpinannya dalam satu bingkai agama Syamaniyah, yaitu kepercayaan yang menyembah bintang-bintang dan matahari terbit. Runtut etniknya berasal dari nenek moyang yang bernama Alanja Khan yang dikaruniai dua orang putera kembar yaitu Tartar dan Mongol.

Ciri-ciri Masa Mongol:

a. Berpindahnya pusat ilmu.

b. Tumbuhnya ilmu-ilmu baru.

c. Kurangnya Kutubul khanah.

d. Banyaknya Sekolah dan Mausu’at.

e. Penyelewengan ilmu.

f. Kondisi keagamaan

Pada masa pemerintahan Bahadur Khan, Mongol mengalami kemajuan yang sangat besar karena pada saat itu Bahadur berhasil menyatukan13 kelompok suku bangsa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Ghazan, yakni raja yang ketujuh Dinasti Ilkhan, ia membangun semacam biara untuk para Darwis, perguruan tinggi untuk madzhab Syafi’I dan Hanafi, sebuah perpustakaan Observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya.

Kerajaan mongol runtuh ketika pertempuran dahsyat terjadi sehingga pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol pada tanggal 3 september 1260 M. Hal inilah yang menyebabkan runtuhnya kerjaan Mongol di Cina.

Kerajaan Shafawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M/907 H, tatkala Syekh Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syekh di Tabriz, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Shafawi ini terus di pertahankan sampai tarekat safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang di sebut kerajaan Shafawi.

Kerajaan Shafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Shafawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”.

kemunduran Safawi karena seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi seorang raja pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya, factor lain adalah konplik yang berkepenjangan dengan kerajaan Utsmani, dekadensi moral dikalangan pembesar-pembesar kerajaan, dan juga konplik intern di kalangan mereka dalam rangka memperebutkan kekuasaan.

Bab II

Pembahasan

Peradaban Islam Mongol dan syafawi

I. Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Mongolia

Jatuhnya Kota Baghdad pada tahun 1258 M, ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan perandaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di bumi hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.

A. Asal-Usul Bangsa Mongol

Bangsa Mongol berada di wilayah pegunungan Mongolia, berbatasan dengan Cina di Selatan, Turkestan di Barat, Manchuria di Timur, dan Siberia di sebelah Utara. Kebanyakan dari mereka mendiami padang stepa yang membentang di antar pegunungan Ural sampai pegunungan Altai di Asia Tengah, dan mendiami hutan Siberia dan Mongol di sekitar Danau Baikal.

Dalam rentang waktu yang relatif panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana mereka mendirikan perkemahan dan berpindah dari satu tempat ketempat lain, menggembala kambing, berburu. Mereka hidup dari hasil perdagangan tradisional yaitu mempertukarkan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Kesehariannya, sebagaimana dipredikatkan pada sifat nomad,mereka mempunyai sifat kasar, suka berperang, berani mati dalam mewujudkan keinginan dan ambisi politiknya. Namun, mereka sangat patuh dan taat pada pimpinannya dalam satu bingkai agama Syamaniyah, yaitu kepercayaan yang menyembah bintang-bintang dan matahari terbit.

Namun demikian, ada satu pendapat yang mengatakan bahwa bangsa Mongol bukanlah suku nomad sebagamana dimaksud, tetapi satu bangsa yang memiliki ketangkasan berkuda yang mampu menaklukkan stepa ke stepa, akibatnya kehidupan. mereka berpindah-pindah mengikuti wilayah taklukannya dibawah kepemimpinan seorang Khan. Khan yang pertama dari bangsa Mongol itu adalah Yesugey, ayah Chinggis atau Jengis.

Runtut etniknya berasal dari nenek moyang yang bernama Alanja Khan yang dikaruniai dua orang putera kembar yaitu Tartar dan Mongol. Dari kedua putera ini melahirkan dua keturunan bangsa, yaitu Mongol dan Tartar. Dari yang pertama lahirlah seorang bernama Ilkhan yang di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa Mongol[1].

1. Ciri-ciri Masa Mongol.

a. Berpindahnya pusat ilmu.

Kegiatan ilmu pada masa Abasiyah berpusat di kota-kota Baghdad, Bukhara, Naisabur, Ray, Cordova, sevilla, Ketika kota-kota tersebut hancur maka kegiatan ilmu berpindah ke kota-kota Kairo, Iskandar, Usyuth, faiyun, damaskus, Hims, Halab, dan lain-lain kota di kota Mesir dan di Syam.

b. Tumbuhnya ilmu-ilmu baru.

Dalam masa ini mulai matang ilmu Umron (Sosiologi ) dan filsafat Tarikh ( Philosophy of history ) dengan munculnya Muqaddimah Ibn Khaldun sebagai kitab pertama dalam bidang ini. Juga mulai di sempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tata usaha, ilmu peperangan, ilmu kritik sejarah.

c. Kurangnya Kutubul khanah.

Dalam zaman ini banyak perpustakaan besar yang musnah bersama segala kitabnya karena terbakar atau tenggelam di tengah-tengah suasana yang kacau waktu penaklukan Mongol di Timur dan penyerangan Spayol di Barat. Atau pemusnahan kitab-kitab dan perpustakaan sebagai akibat terjadinya pertentangan sengit antara Firqah-firqah agama. Atau karena menjadi rusaknya dan mengaburnya tinta akibat lapuk dimakan usia.

d. Banyaknya Sekolah dan Mausu’at.

Dalam masa ini sekolah-sekolah yang teratur tumbuh subur, terutama Mesir dan Syam, dan yang menjadi pusatnya adalah Kairo dan Damaskus. Pembangun sekolah pertama adalah Sultan Nurudin Zanky yang kemudian di ikuti oleh para raja dan sultan sesudahnya. Berdirilah berbagai corak sekolah baik karena perbedaan madzhab atau pun karena ke khususan ilmu. Ada sekolah untuk ilmu Tafsir dan Hadits, dan sekolah untuk Fiqh berbagai madzhab, ada sekolah untuk ilmu Thib dan Filsafat, ada sekolah untuk ilmu Riyad-Hiya’at ( ilmu pasti, ilmu music dan ilmu eksakta lainnya ). Dari sekolah ini keluarlah para ulama dan sarjana yang jumlahnya cukup banyak. Keadaan di Mesir pun demikian juga, bahkan Jami’ah Al-Azhar Kairo menjadi bintangnya segala sekolah, tidak saja yang usianya yang lebih tua tetapi yang terutama karena mutu ilmu yang tinggi. Kecuali banyaknya sekolah, zaman ini istimewa dengan lahirnya Mausu’at dan Majmu’at ( buku kumpulan berbagai ilmu dan masalah kira-kira seperti Encyclopedia ).

e. Penyelewengan ilmu.

Dalam zaman ini ummat islam dan kaum terpelajar banyak yang melarikan diri kedunia pembahasan agama, apalagi ketika persatuan politik tidak ada lagi dan sultan-sultannya tidak memperhatikan perkembangan dan kemurnian agama, ummat islam makin tenggelam kepada pembahasan bidang agama saja, bahkan lama-kelamaan jatuh ke lembah mistik dan khurofat. Hal ini mungkin karena kebanyakan manusia telah di hinggapi rasa takut sehingga mereka mengungsi ke dunia agama dan mistik untuk menghibur diri. Dalam masa ini berbagai ilmu mereka pergunakan untuk mengkhidmati agama saja atau mistik dan khurofat. Misalnya ilmu Falak hanya untuk menetapkan waktu sholat, sementara ilmu Bintang untuk meramal.

f. Kondisi keagamaan

Penguasa Mongol atas daulah Islam hampir memusnahkan unsur Arab dan bahasanya, selama peperangan maka ratalah kota dan daerah yang dikuasai. Mereka bunuh penduduknya, mereka rampas hartanya, mereka runtuhkan gedung-gedungnya mereka bakar Kutubul Khanahnya, maka musnahlah perbendaharaan kebudayaannya. Namun suatu hal yang luar biasa bahwa Jenghis Khan yang meruntuhkan semua itu, diantara keturunannya ada yang bangun menjadi pemelihara dan pembangun kembali agama dan kebudayaan Islam.

Timur lenk, salah satu keturunan Jenghis Khan misalnya, pada akhir hayatnya memeluk Islam, berkat usaha sultan Faraj, seorang dari raja Mamluk yang mengutus delegasi dengan pimpinan Ibn Khaldun Bapak Sosiologi Islam yang termashur saat itu. Sementara itu kekejaman Timur Lenk mereda dan ia mengamalkan agama Islam secara tekun serta membelanya dengan semangat sampai wafatnya tahun 1404 M. tidak berbeda keadaannya dengan keturunan Jenghis Khan yang lain Islam menyusupi diri mereka.

a. Juchi Khan keturunan dari Junghis Khan yang menguasai lembah Wolga, eropa Timur dan Eropa Tengah, menurunkan seorang namanya Barka Khan ( 1256-1266 ). Barka Khan inilah menurut Arnold dalam The Preaching of Islam, merupakan keturunan Jenghis Khan yang perama-tama masuk Islam. Ia banyak membangun rumah-rumah ibadah dan perguruan-perguruan tinggi Islam pada kota belahan Utara itu. Ia banyak berhubungan surat-menyurat dengan sultan Baibars, seorang raja Mamluk Mesir. Sementara itu, misi Islam dari Mesir banyak berdatangan dan Islam makin tersiar di belahan Utara.

b. Chagatai Khan putra Jenghis Khan yang menguasai lembah Tarim Turkisan Timur, sin-hiang, Asia Tengah ( Turkistan Barat, Tran-soxiana ) menurunkan seorang bernama Tagluk Timur Khan (1347-1363 M) yang menjadi sultan Islam pertama dari keturunan Chagatai Khan. Di tangannya kerajaan yang di bentuk moyangnya itu menjadi kesultanan Islam.

c. Demikian juga keturunannya yang lain yang masuk menguasai India, Akhirnya mendirikan Kerajaan Moghal (1526-1962 ) di India, suatu kesultanan Islam yang banyak berjasa dalammeninggikan Islam. Kenyataan menunjukkan bahwa bangsa yang ketika masih biadab menghancurkan segala yang dimiliki Islam, ketika ia telah bergaul dan meresapi ketinggian Islam bukannya masyarakat Islam yang musnah tapi mereka yang lambat laun terpengaruh, bahkan menjadi pembela dan penjunjung tinggi Islam.[2]

B. Kemajuan bangsa mongol.

Pada masa pemerintahan Bahadur Khan, Mongol mengalami kemajuan yang sangat besar karena pada saat itu Bahadur berhasil menyatukan13 kelompok suku bangsa. Kemudian pada masa pemerintahan Hulagu Khan banyak wilayah yang telah ditaklukannya.diantaranya adalah kota Baghdad yang pada waktu dipimpin oleh Khalifah Al-Mu’tashim. Khalifah Al-mu’tashim tidak mampu membendung topan tentara Hulagu Khan. Selanjutnya Hulagu melanjutkan gerakannya ke Syria dan Mesir dari Baghdad pasukan mongol menyebrangi sungai Khuprat menuju Syria, kemudian melintasi Sinai. Mesir pada tahun 1260 M. mereka berhasil menduduki Hablur dan Gaza.

Selanjutnya pada masa pemerintahan Ghazan, yakni raja yang ketujuh Dinasti Ilkhan, ia mulai memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan satra. Oleh karena itu, ia membangun semacam biara untuk para Darwis, perguruan tinggi untuk madzhab Syafi’I dan Hanafi, sebuah perpustakaan Observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya.

C. Sebab-sebab Kemunduran Bangsa Mongol.

Kekalahan bangsa Mongol di bawah panglima Kitbugha atas pasukan Mamalik di bawah panglima Qutuz. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik untuk menyerah. Permintaan itu di tolak oleh Qutus dan utusan Kitbugha tersebut dibunuhnya. Tindakan Qutuz itu tidak menimbulkan kemarahan oleh di kalangan Mongol. Kitbugha kemudian melintas Jordania menuju Galilei. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang di pimpin langsung oleh Qutuz. Pertempuran dahsyat terjadi sehingga pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol pada tanggal 3 september 1260 M. Hal inilah yang menyebabkan runtuhnya kerjaan Mongol di Cina.

Pada saat Mongol diperintah oleh Abu Sa’id ( 1317-1335 M ), terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan akhirnya terpecah belah sepeninggalan abu Sa’id dan masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[3]

II. Pertumbuhan dan Perkembangan Islam Pada Masa Bani Shafawi.

Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Shafawi pada ( 1501-1722 M ). Pertama, lahirnya kembali dinasti Shafawi adalah kebangkitan kembali kejayaan Islam. Ketika Islam sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, dinasti Shafawi telah memberikan kepada Iran semacam “Negara Nasional” dengan identitas baru, yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan nasionalisme Iran Modern.

Menurut Sayid Amir Ali, kata Shafawi berasal dari kata shafi, suatu gelar bagi nenek moyang raja-raja Shafawi: Shafi Al-Din Ishak Al-Ardabily, pendiri dan pemimpin tarekat Shafawiyah. Amir Ali beralasan, bahwa para musafir, pedagang dan penulis Eropa selalu menyebut raja-raja Shafawi dengan gelar Shafi agung. Sedangkan menurut P.M. Holt dan kawan-kawan, Shafawi berasal dari kata Shafi, yaitu bagian dari nama shafi Al-Din Ishak Al-Ardabily sendiri.

Kerajaan Shafawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M/907 H, tatkala Syekh Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syekh di Tabriz, demikian antara lain pendapat C.E. Bosworth. Namun event sejarah yang penting inilah tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni kurang lebih dua abad. Waktu yang hampir sama dengan usia kerajaan Shafawi sendiri. Selama masa itu, cikal bakal Shafawi tumbuh lambat laun, tetapi pasti menuju zaman yang penuh dengan muatan dan historis yang sangat penting.[4]

A. Perkembangan Kerajaan Shafawi di Persia.

Pada waktu kerajaan Turki Utsmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Shafawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Shafawi ini terus di pertahankan sampai tarekat safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang di sebut kerajaan Shafawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Shafawi sering berselisih dengan kerajaan Turki. Kerajaan Shafawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Shafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini .

Kerajaan Shafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Shafawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid’ah Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.

Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :

1. Isma’il I (1501-1524 M)

2. Tahmasp I (1524-1576 M)

3. Isma’il II (1576-1577 M)

4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)

5. Abbas I (1587-1628 M)

6. Safi Mirza (1628-1642 M)

7. Abbas II (1642-1667 M)

8. Sulaiman (1667-1694 M)

9. Husein I (1694-1722 M)

10. Tahmasp II (1722-1732 M)

11. Abbas III (1732-1736 M)[5]

B. Peran dinasti Shafawi bagi peradaban Islam.

Peran kesejarahan dinasti Shafawi begitu besar. Hal ni dapat dilihat dari sisi kemajuan dan kejayaannya. Kendati demikian,masa kemajuan kerajaan shafawi tidak lanagsung terwujud pada saat dinasti itu berdiri di bawah Ismail, raja pertama ( 1501-1524 M ). Kejayaan Shafawi yang gemilang baru dicapai pada masa pemerintahan Syaikh Abbas yang agung ( 1578-1629 ) raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Shafawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Shafawi di kemudian hari. Di samping telah memberikan corak yang khas bagi Shafawi dengan menetapkan Syiah sebagai agama Negara, Syaikh Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan penyusun struktur pemerintahan yang unik pada masanya.

C. Wujud dan corak kemajuan dinasti Shafawi.

a. Kemajuan di bidang politik.

Pengertian kemajuan dalam bidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan di atur oleh suatu pemerintahan yang kuat serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.

Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara di tentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syaikh Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata, Dinasti Shafawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbas yang pernah menjadi tulang punggung dinasti Shafawi yang besar, pada masa awal di pandang syaikh Abbas tidak pernah bisa di harap lagi. Qizilbas hanya menjadi semacam tentara nonreguler yang tidak bisa diharapkan lagi untuk menopang citra politik Syaikh yang besar. Untuk itu di bangun suatu angkatan bersenjata regular. Inti satuan militer ini direkturnya dari bekas tawanan perang bekas Kristen di Georgia dan Circhasia yang sudah mulai di bawah Persia. Syaikh Tahmasab ( 1524-1576 ) mereka di beri gelar “ghulam”. Mereka di bina dengan pendidikan militer yang miitan dan dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya, Syaikh Abbas mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari ghulam itu.

b. Kemaujuan di Bidang ekonomi.

Kerajaan Shafawi masa syaikh Abbas mengalami kemajuan di bidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Pada akhir abad ke-15 ( 1498 ) Vasco da Gama, seorang pelaut potugis menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung selatan di Afrika. Penemuan ini membuka fase baru dalam perkembangan dunia perdagangan internasional. Bangsa Eropa sendiri berlomba-lombaberlayar ke timur untuk memperebutkan daerah-daerah perdagangan yang menguntungkan. Portugis pada akhir abad ke-16 telah menguasai paling tidak tiga kota dagang yang terpenting di sekitar samudra Hindia, yaitu Hormuz di Persia, Goa di India dan Malaka di Malaya.

c. Kemajuan di Bidang Fisik Tata Kota.

Ibu kota Shafawi ialah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran di lakukan oleh Syaikh Abbas terhadap ibu kotanya, Isfahan. Pada saat ia mangkat di Isfahan terdapat 1603 buah mesjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen yang luas untuk penginapan tamu-tamu khalifah dan 237 unit pemandian umum. Diantaranya yang paling terkenal ialah Mesjid Syaikh yang mulai di bangun sejak 1611 M, Mesjid Luthfullah yang dibangun pada 1603 M. Syaikh Abbas juga membangun istana megah yang disebut Chihil sutun atau Istana Empat Puluh Tiang, sebuah jembatan besar di atas sungai Zende Rudd an Taman Bunga Empat Penjuru.

d. Kemajuan di Bidang Filsafat dan Sains.

Pada masa dinasti Shafawi, filsafat dan sains bangkit kembali di dunia islam, khususnya dikalangan orang-orang Persia yang berminat tinggi pada pekembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat ikatannya dengan aliran Syiah yang di tetapkan dinasti Syafawi sebagi agama resmi agama.

Dalam Syiah dua belas ada dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli mereka berbeda di dalam memahami ajaran agama, yang pertama cendrung berpegang teguh kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang mapan. Sedangkan yang kedua mengambil langsung dari sumber ajaran Islam, Al-qur’an dan Al-hadits tanpa terikat kepada para mujtahid. Golongan Ushul inilah yang paling berperan pada masa Syafawi. Di bidang teologi mereka mendapat dukungannya dalam madzhab Mu’tazillah. Pertemuan kedua elemen kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemudian dilahirkan beberapa filusuf dan ilmuan.[6]

D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawi.

Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.

Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya (Abbas I). Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.

Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut

Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:

1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.

2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.

3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.

4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.

Itulah antara lain yang menjadi faktor keruntuhan kerajaan Syafawi. Factor lain adalah konplik yang berkepenjangan dengan kerajaan Utsmani, dekadensi moral dikalangan pembesar-pembesar kerajaan, dan juga konplik intern di kalangan mereka dalam rangka memperebutkan kekuasaan.

Bab III

Penutup

Simpulan

Jatuhnya Kota Baghdad pada tahun 1258 M, ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan perandaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di bumi hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.

kehidupan. mereka berpindah-pindah mengikuti wilayah taklukannya dibawah kepemimpinan seorang Khan. Khan yang pertama dari bangsa Mongol itu adalah Yesugey, ayah Chinggis atau Jengis.

Timur lenk, salah satu keturunan Jenghis Khan misalnya, pada akhir hayatnya memeluk Islam, berkat usaha sultan Faraj, seorang dari raja Mamluk yang mengutus delegasi dengan pimpinan Ibn Khaldun Bapak Sosiologi Islam yang termashur saat itu.

Pada saat Mongol diperintah oleh Abu Sa’id ( 1317-1335 M ), terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan akhirnya terpecah belah sepeninggalan abu Sa’id dan masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.

Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Shafawi pada ( 1501-1722 M ). Pertama, lahirnya kembali dinasti Shafawi adalah kebangkitan kembali kejayaan Islam. Ketika Islam sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, dinasti Shafawi telah memberikan kepada Iran semacam “Negara Nasional” dengan identitas baru, yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan nasionalisme Iran Modern.

Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.

Daftar Pustaka

· Sunarto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta:Prenada Islam Media.

· Ajid, Thohir, 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: P.T. RajaGrafindo.

· Yatim, Badri, 2006, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada.

· Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang.



[1] http/:Geogle_peradaban dan perkembangan islam di masa kerajaan Mongol.com

[2], Prof. Dr.Hj. Masyrifah Sunarto,2008 Sejarah Islam Klasik, Jakarta:Prenada Islam Media. Hal:190-194

[3] http/:Geogle_peradaban dan perkembangan islam di masa kerajaan Mongol.com

[4] Ajid Thohir,2004 Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta:P.T. Raja Grafindo, hal 166-167

[5] http/:Geogle_peradaban dan perkembangan islam di masa kerajaan Syafawi.com

[6] Ajid Thohir,2004 Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta:P.T. Raja Grafindo, hal 173-177

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar